Seorang ulama apabila ia pernah memberikan fatwa sesuai selera
pribadinya demi mendukung kepentingan, kecendrungan, atau melampiaskan
kebenciannya kepada orang/kelompok lain, atau menutupi kondisi dirinya,
atau barangkali ia memiliki rasa ingin tenar (hubbusy syuhrah) lama
kelamaan akan semakin banyak fatwa aneh yang akan keluar dari mulutnya.
Dia sadari atau tanpa ia sadari, sedikit demi sedikit ia akan
melenceng dari garis kebenaran. Allah akan mencabut rasa takut dan malu
dari hatinya, hingga ketika ia mengeluarkan fatwa yang terang
kesesatannya pun ia tidak akan memperlihatkan rasa penyesalan, apalagi
hanya sekedar malu.
“Maka tatkala mereka melenceng dari kebenaran, Allah melencengkan
hati mereka, dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik
(Ash Shaf: 5)
Biasanya bila seseorang jatuh kepada penyakit ini kecil kemungkinan
bisa diberi nasehat, karena ia merasa sudah sampai di puncak ilmu, tidak
ada orang yang melebihi keilmuannya.
Dan tentu saja bila ia tidak merasa bersalah, ia pun tidak akan
taubat dari kesalahannya. Atau kalaupun sadar ia salah, rasa gengsi
menghalanginya untuk mengakui kesalahan dan bertaubat, kembali ke jalan
yang benar.
Masalah ini bukanlah hasil perenungan saya, tapi Allah sudah
ceritakan tentang orang-orang yang sudah jatuh kepada kesalahan ini di
dalam al Qur’an. Kesalahan yang banyak sekali menimpa ulama-ulama Bani
Israil. Hingga mereka merubah ajaran-ajaran Taurat seenaknya mereka.
Menyesatkan orang-orang awam dengan ketinggian ilmu dan kehebatan
retorika mereka.
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri dari pada
ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syetan, maka jadilah dia termasuk
orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan derjatnya
dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cendrung kepada dunia dan menurutkan
hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu
menghalaunya dia ulurkan lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia juga
mengulurkan lidahnya. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah
itu agar mereka berfikir.
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim” (Al A’raf:
175-177)
Bagi para penuntut ilmu agama, penyakit ini sangat-sangat harus
diwaspadai. Apalagi bagi dia yang diberi kelebihan banyak oleh Allah.
Disamping diberi ilmu luas dengan kemampuan akal yang luar biasa,
disertai dengan kemampuan retorika yang membuat orang banyak terpukau,
hingga ia memiliki pengikut atau penggemar yang tidak sedikit.
Untuk mengatasinya hilangkan segala kepentingan di dalam hati selain
kepentingan untuk meninggikan kalimat Allah di permukaan bumi dan
menegakkan kebenaran yang sebenar-benarnya kebenaran. Bukan kebenaran
hasil polesan demi kepentingan. Tundukkan hati selalu, menyadari bahwa
ilmu hanya nikmat anugerah pemberian Allah, yang harus digunakan sesuai
keinginan Pemberinya.
Semoga Allah menjauhkan kita dari penyakit yang sangat sangat sangat berbahaya ini. Penyakit Iblis dan para pengikutnya.
(http://www.fimadani.com)
0 komentar:
Posting Komentar